Biodiversitas untuk Bioindikator Lingkungan
Artikel ini merupakan brief summary materi Green Talk Seri #2 pada 21 Januari 2021 dengan topik “Biodiversitas untuk Bioindikator Lingkungan” yang diselenggarakan oleh Green Collaborative dengan narasumber Dr. Karyadi Baskoro. Beliau merupakan dosen biologi, Universitas Padjajaran.
Konsep Bioindikator
Hirarki organisasi biologi memiliki dua tataran yakni tataran ekologi dan tataran fisiologi. Biotik dan abiotik memiliki interaksi yang bersifat alamiah, dimana komponen biotik memerlukan komponen abiotik untuk melangsungkan kehidupan. Perkembangan manusia terkait pemikiran, pengetahuan, dan budaya yang pada awalnya merupakan bagian dari sistem, kemudian seakan-akan membentuk sistemnya sendiri. Kondisi yang dihadapi telah sampai pada ketidakseimbangan antara kebutuhan manusia dan ketersedian sumber daya alam. Hal ini berdampak pada kondisi lingkungan, yang biasa dikenal dengan tekanan antropogenik. Salah satu produknya adalah pencemaran.
Adanya interaksi menjadi titik point dalam bioindikator, dimana dalam mengidentifikasi adanya efek-efek tertentu dari anthropogenic effect hal yang dilakukan adalah melakukan pengukuran pada faktor-faktor abiotiknya mencakup fisik dan kimia. Misalnya, dalam kasus pencemaran udara, maka akan dilakukan pengukuran terhadap kondisi udaranya. Pengukuran pencemaran yang telah lama berkembang adalah pengukuran dengan menggunakan faktor abiotik atau fisik dan kimia. Namun dengan perkembangan biologi dan pengetahuan interaksi biotik dengan abiotik, para biolog memiliki sintesis bahwa pencemaran lingkungan oleh antropogenik juga dapat diamati, diprediksi, diantisipasi dengan memanfaatkan faktor biotik. Dengan penjelasan bahwa faktor biotik memiliki interaksi yang pada awalnya normal menjadi tidak normal akibat adanya peningkatan atropogenik.
Bioindikator merupakan reaksi organisme atau komunitas organisme yang teramati digunakan untuk mengevaluasi suatu situasi, memberi petunjuk kondisi suatu ekosistem. Bioindikator memiliki preferensi tertentu, terkait dengan variable fisik kimia. Adanya perubahan presence/absence, jumlah, morfologi, fisiologi, perilaku, suatu spesies mengindikasi keadaan variabel fisik kimia, berada diluar batas preferensi alamiahnya. Secara sederhana bioindikator merupakan organisme yang mengindikasi atau memonitor Kesehatan lingkungan.
Manfaat Bioindikator
Faktor biotik memiliki variabel yang sulit digambarkan oleh faktor abiotik (fisik-kimia) dalam pengukuran lingkungan secara langsung. Dalam hal ini, faktor biotik bermanfaat dalam beberapa situasi berikut:
- Faktor lingkungan yang ditunjukkan tidak dapat diukur, misalnya dalam situasi faktor lingkungan di masa lampau direkonstruksi seperti perubahan iklim (paleo-biomonitoring). Satu contoh kasus adalah Rawa Pening. Kondisi dimana habitat yang luas tersebut hanya terdapat sedikit jumlah ikan, secara singkat mungkin dapat disimpulkan bahwa Rawa Pening mengamali pencemaran. Namun, kondisi eksistingnya tidak terdapat bangunan-bangunan penghasil limbah. Dalam kondisi tersebut akan sulit menggunakan faktor fisik-kimia, karena bisa saja pencemaran di Rawa Pening terjadi pada masa lampau.
- Faktor yang ditunjukkan sulit diukur, misalnya pestisida dan residunya atau limbah beracun kompleks yang mengandung beberapa bahan kimia yang saling berinteraksi.
- Faktor lingkungan mudah diukur tetapi sulit diinterpretasikan, misalnya apakah perubahan yang diamati memiliki signifikansi ekologis.
- Pada pengukuran faktor lingkungan (fisik kimia) secara klasik, seringkali hanya menggambarkan kondisi sesaat. Pembuangan limbah secara massif di sungai akan langsung memperlihatkan perubahan fisik seperti warna air yang berubah hitam. Untuk mencegah hal tersebut, industri akan memilih membuang limbah pada saat curah hujan tinggi maka limbah yang dibuang akan mengalami pengenceran maka secara visual akan sulit dideteksi. Pada pengukuran kimia, akan ditemukan kadar racun yang lebih rendah.
- Bioindikator berguna untuk assessment pengaruh kumulatif polusi fisik kimia dan perubahan habitat sepanjang waktu.
- Bioindikator memiliki kemampuan untuk mengindikasikan pengaruh secara tidak langsung.
Tipe-Perpektif Bioindikator
Setiap hirarki biologi memiliki peran dalam biomonitoring, dimulai dari (sub)organisme, spesies, komunitas, ekosistem dan ekoregion. Pada gambar 2, terdapat 3 (tiga) perspektif bioindikator yakni biomarker, biondicator, dan Indicator. Dimana pada level sub organisme hanya berupa penanda-penanda yang spesifik. Sedangkan perspektif yang paling besar adalah bioindikator yang levelnya mencakup spesies dan komunitas yang terbagi menjadi pollutan bioindicator, ecological bioindcator, biodeiversity bioindicator, dan environmental indicator.
- Indikator lingkungan: Spesies atau kelompok spesies yang dapat diprediksi merespons gangguan atau perubahan. Sistem indikator lingkungan adalah seperangkat indikator yang bertujuan untuk mendiagnosis keadaan lingkungan untuk pembuatan kebijakan lingkungan.
- Indikator Ekologi: Spesies yang dikenal sensitif terhadap polusi, fragmentasi habitat, atau tekanan lainnya. Respon dari indikator ini mewakili komunitas.
- Indikator Biodiversitas: Kekayaan spesies suatu takson indikator digunakan sebagai indikator kekayaan spesies suatu komunitas.
Hasil yang didapatkan dalam bioindikator dapat menjadi early warning atau informasi awal, compilances, dan diagnosis.
Kriteria Ideal Bioindikator
Dalam bioindikator spesies yang digunakan memiliki kriteria yang memperhatikan distribusi, ekologis, representative, kepraktisan, dan sentinel. Dengan penjelasan sebagai berikut.
- Distribusi: luas, kosmopolitan, berguna untuk perbandingan tingkat Internasional.
- Ekologis: (fidelity, specifity, sensitivity). Spesienya melimpah dan tersebar luas di beberapa tipe lingkungan. mobilitas terbatas atau kemampuan bergerak tidak terlalu cepat, site specific, posisi trofik jelas, strategi makan jelas, laju generasi sedang atau Panjang, spesies telah memiliki cukup informasi tentang distribusi, ekologi, fisiologi, dan sensitif pada polutan spesifik (sentinel).
- Representatif: Dapat mewakili taksa lain atau bahkan ekosistem.
- Kepraktisan: Mudah sampling dan disimpan, pengenalan dan taksonomi yang mudah untuk non spesialis, mudah dikultur di laboratorium pada uji di level biomarker, dan biaya rendah dan efektif.
- Khusus untuk organisme sentinel: Organisme tidak terganggu oleh polutan mengakumulasi toksin pada level diatas kondisi sekitar.
Namun, tidak ada satu spesies yang dapat memenuhi semua kriteria ideal tersebut. Kecenderungannya menggunakan sekelompok spesies indikator.
Kelompok Organisme untuk Bioindikator
Hampir seluruh organisme dapat digunakan dalam bioindikator dari yang organisme renik (mikro) dan vertebrata (makro) secara kelompok dengan spesies yang berbeda-beda. Pada pembahasan kali ini akan diberikan contoh beberapa spesies yang termasuk dalam mikroorganisme, flora, dan fauna untuk bioindukator.
- Mikroorganisme
Bakteri, Escherichia coli yang termasuk dalam baku mutu lingkungan untuk metode standar lingkungan di American Public Health Association (APHA). Jika dalam suatu perairan e colli merupakan bakteri yang indikasinya identic dengan pencemaran organic, jika ditemukan dalam jumlah yang melebihi batas tertentu mengindikasikan perairan tersebut telah tercemar oleh aktivitas manusia yang tidak sehat. Contoh lainnya adalah Spirillium volutans pores, dimana bakteri ini identik dengan pencemaran limbah kimiawi. Memiliki kemampuan untuk tahan terhadap racun, sehingga keberadaannya dapat mengindikasikan telah terjadi pencemaran lingkungan dari bahan kimiawi.
Diatom, diatom merupakan organisme jenis renik (mikroskopis) yang termasuk dalam kelompok protista yang hidup diperairan dengan jumlah yang melimpah. Masing-masing kelompok dalam diatom memiliki kekhasan tertentu. Ada yang sesnsitif dengan kondisi Ph baik itu ph asam maupun tidak, juga terdapat diatom yang sensitive terhadap nitrogen yang berkaitan dengan jumlah nitrogen dan keberadaan diatom tersebut. Hal yang cukup menarik adalah diatom yang cangkangnya terbuat dari silika ketika mati cangkangnya tidak rusak dan mengalami penumpukan, setelah itu terendapkan selama ribuan tahun dalam sedimen perairan. Kondisi ini dapat digunakan dalam indikator linfkungan masa lampau atau paleo biomonitoring. Sebagai contoh, suatu kawasan yang saat ini berupa rawa berumput, jika dilakukan pengamatan spesifik bisa saja, kita menemukan bahwa kawasan tersebut dahulu merupakan danau dengan cara mengidentifikasi setiap lapisan tanahnya dan diekstrak untuk memisahkan endapan dan cangkang-cangkang diatom. Dengan identifikasi komposisi pada setiap lapisan tanah dapat ditemukan keanekaragaman diatom yang terendap. Sehingga setiap kondisi diatom baik jumlah dan jenisnya akan berkaitan dengan sensitifitasnya pada variabel tertentu dalam suatu lapisan tanah akan mengindikasikan kondisi lingkungam pada waktu-waktu tertentu. Untuk lebih lengpaknya, dapat mengunjungi https://diatoms.org/what-are-diatoms.
- Flora
Lumut Kerak, Lichen sangat peka terhadap kondisi lingkungan. Dalam pengukuran kondisi udara. Penelitian terkait telah menemukan beberapa spesies indikator yang sifatnya merupakan kelompok. Kelompok tersebut terdiri dari beberapa spesies yang digolongkan kedalam kelompok N-sensitive, Intermediate, dan N-tolerant. Pada gambar 4, dapat dilihat pada kelompok N-sensitive terdiri atas Usnea spp., Evernia spp., Hypogymnia spp., yang banyak ditemukan pada daerah hutan pegunungan atau pada kondisi lingkungan dengan udara bersih tetapi tidak ditemukan di daerah. Selanjutnya, pada kelompok intermediate yang terdiri atas Melanelixia spp., Flavopormelia spp., dan Parmelia spp. yang dapat dijumpai pada kawasan yang sedikit terganggu. Namun pada kondisi pencemaran yang sangat berat spesies-spesies tersebut tidak bisa tumbuh. Kelompok terakhir adalah N-Tolerant, yang terdiri atas Leafy Xanthoria spp., Cushion Xhantoria spp., dan Physcia spp. Kelompok spesies ini dapat ditemukan pada daerah yang pencemaran n yang tinggi. Maka dengan memperhatikan keberadaan spesies-spesies pada setiap kelompok dapat didentifikasi kondisi udara atau jumlah n di udara pada suatu lingkungan. Pada penelitian yang lain, Lichen telah dikelompokkan berdasarkan level pencemarannya berupa highly polluted, moderately polluted, slightly polluted, dan minimal or no pollution.
Flora tingkat tinggi, seperti Caesalpinia pulcherrima (Kembang Merak), Cynodon dactylon (Rumput Grinting) dapat digunakan sebagai bioindikator logam berat seperti Pb, Cu, Cd, Mn, Zn, Cr dan Ni. Tumbuhan tersebut berfungsi sebagai biomarker karena dapat mengakumulasi logam berat pada suatu lingkungan. Untuk tanaman air seperti Eichhornia crassipes (Eceng Gondok), jika suatu perairan ditemukan eceng gondok dalam jumlah yang besar dan subur maka dapat dindikasikan bahwa perairan tersebut telah tercemar karbon organik dan logam berat karena kemampuannya untuk menyerap atau mengakumulasi. Tanaman ini juga berfungsi sebagai sentinel, dimana Eceng gondok tidak akan mati saat terkena logam berat. Dengan kemampuan sentinel tersebut, E crassipes digunakan dalam teknologi penyerapan limbah seperti IPAL.
- Fauna
Kerang Hijau (Mytilus edulis), merupakan salah satu sentinel pada kelompok fauna. Semua kerang memiliki sifat hidup menyerap atau memfilter makanannya, termasuk logam berat. Kerang Hijau memiliki kemampuan menyerap logam berat, sehingga keberadaannya pada suatu lingkungan dalam jumlah yang banyak dapat menjadi indikator terjadinya pencemaran lingkungan. Kerang Hijau juga digunakan dalam teknologi penyerapan limbah, namun tidak untuk dikonsumsi dan pada umur tertentu akan diambil dan dimusnahkan karena telah mengandung racun. Dengan karakteristiknya tersebut, maka perlu kehati-hatian dalam mengkonsumsi Kerang Hijau, terutama yang berasal dari perairan kota-kota besar.
Capung, Odonata, siklus hidup Capung memerlukan air sehingga sensitif dengan kualitas air. Peneliti berdasarkan kajian ekologis dan siklus hidup dan sebagainya menemukan bahwa capung memerlukan kualitas lingkungan perairan yang baik. Beberapa jenis capung sangat sensitif dengan kondisi perairan yang tercemar dan beberapa jenis lainnya tahan dengan kondisi lingkungan yang sedikit tercemar. Dalam hal ini, ketika suatu lingkungan ditemukan banyak individu capung (khususnya pada individu yang sangat sensitif) maka dapat diindikasikan lingkungan tersebut pada kondisi baik dan sebaliknya.
Mayfly, Ephemeroptera, bioindikator ini spesifik pada kadar oksigen yang terlarut. Mayfly hanya bisa hidup pada air dengan kadar oksigen tinggi, secara alamiah habitatnya merupakan perairan sungai-sungai yang alirannya deras. Pada kondisi di daerah topografi tinggi (pegunungan) dan tidak menemukan spesies ini, maka dapat terindikasi daerah tersebut memiliki kadar oksigen yang rendah yang dapat disebabkan oleh pencemaran kimiawi yang mengikat oksigen.
Pada perkembangannya, para ahli mengembangkan bioindikator metode cepat yang menggunakan kombinasi beberapa spesies. Seperti penggunaan Benthic Macroinvertebrata untuk pengukuran kualitas air. Jika pada perairan ditemukan Caddisfly, Mayfly, Stonefly, dan Water Penny merupakan kelompok yang sensitif maka kondisi lingkungan perairan tersebut dalam keadaan baik. Untuk kelompok toleran dimana kondisi air sedikit terganggu dapat diindikasi dengan keberadaan Alderfly larva, Cranefly larva, Dragonfly nymph, dan Water snipe fly larva. Sedangkan untuk kondisi perairan dengan kualitas buruk atau terecemar tinggi spesies yang ditemukan berupa Blackfly larva, Leeches, Midge larva, dan Pouch snail yang merupakan very tolerant species.
Setiap negara memiliki pengembangan terhadap bioindikator yang digunakan dalam mengindikasikan kualitas air pada metode cepat. Seperti keberadaan Cacing sutera pada suatu perairan menandakan perairan tersebut telah rusak berat.
Level vertebrata, pada level fauna ini mengambil burung sebagai salah satu hewan yang memiliki respon terhadap lingkungan yang spesifik. Beberapa spesies burung, memerlukan tanaman berbunga dan serangga untuk makanannya. Keberadaan kelompok tersebut dapat digunakan untuk mengindikasikan kondisi lingkungan, pada suatu habitat dimana masih terdapat beberapa jenis burung yang memiliki berbagai macam tipe makanan (nektar, buah, serangga) menjadi indikator bahwa lingkungan tersebut masih dalam kualitas yang ideal karena sumber makanan masih tersedia untuk bermacam-macam spesies dari berbagai macam kelompok pemangsa.
Untuk rekaman selama sesi Green Talk Seri #2 bisa dicek di https://www.youtube.com/watch?v=PLb35gpVeXQ&t=5204s . Semoga bermanfaat !